Yeri's love story... Love at first sight?
Ya Tuhan cobaan apa ini.
Berapa kali aku mengucapkan itu, bertanya-tanya kenapa pagi hari yang cerah ini aku harus mengalami berbagai macam hal yang sama sekali tidak menyenangkan.
Hari ini ulangan tengah semester 1, aku sama sekali tidak antusias. Siapa memangnya yang antusias menghadapi ujian? Aku benar-benar tidak mengerti, sekalipun belajar itu memang penting untuk masa depan, tapi aku benar-benar tidak suka yang namanya ujian. Ujian? Apa gunanya sih, ajang kelicikkan? Dengan beradu siapa yang paling cerdik mencontek? Begitulah pemikiranku.
Oke, kembali lagi. Aku merasa hari ini aku badluck sekali, tidak ada persiapan sama sekali untuk ujian, alarm handphone-ku sama sekali tidak menyala, gara-gara semalam aku begadang menonton drama musikal Singing in the Rain yang dibintangi oleh salah satu member EXO, Byun Baekhyun. Aku memang suka sekali dengan drama, opera atau teater dan semacamnya. Aku sampai rela begadang dan tidak belajar, wow Kim Yeri, kau benar-benar siswa teladan.
Alhasil aku terlambat, terlebih jalanan macet. Aku tidak mungkin naik bus saat keadaannya seperti itu. Ibu menyarankanku untuk membawa sepeda motor. Hal itu lebih gila, ramai begini bawa sepeda motor? Aku ini orangnya rusuh. Bisa-bisa motor itu sudah tinggal kenangan kalau aku yang pakai-atau bahkan aku yang tinggal kenangan.
Tersisa dua pilihan, jalan kaki atau naik sepeda kuno yang sudah lama tidak pernah aku pakai. Aku bimbang setengah mati. Aku pilih menaikki sepeda kuno dan mengayuhnya dengan kecepatan extra. Aku kira kesialanku sudah berakhir tapi sialnya karena aku semalam tidak makan dan pagi ini tidak sarapan, perutku langsung sakit tiba-tiba. Maag kambuh.
Karena kehilangan konsentrasi membawa sepeda gara-gara maag sialan, aku terjatuh di becekkan. Seragam putih bersih hasil laundry sudah memiliki pola-pola abstrak yang dihasilkan oleh becekkan tersebut. Karena jatuh, sepedaku rantainya rusak. God.
Aku menyeret sepedaku dan berjalan. Kaki sudah pincang tak karuan dan tetap memaksakan diri untuk ke sekolah. Ujian sialan, semuanya terasa menyakitkan untuk diingat.
Begitu sampai di lingkungan sekolah berbagai pasang mata memperhatikanku dengan jijik. Oh God why? Aku datang ke sekolah untuk belajar bukan untuk ditonton.
Aku memarkir sepedaku, ternyata standarnya kurang kuat dan menabrak sepeda-sepeda lain hingga semuanya terjatuh bagai domino. Shit.
Tak mau dapat masalah, aku langsung berlari sekuat tenaga memasukki lingkungan sekolah, satpam meneriakiku tapi aku bodo amat. Dengan kaki pincangpun kekuatan lariku masih tetap bagus. Tapi, kesialanku benar-benar belum berakhir sampai disitu.
Aku tersandung di depan kelas yang sepertinya kelas yang aku gunakan untuk ujian. Di depan mata kakak-kakak kelas dan juga teman-teman sekelasku.
Mati aku.
Gelak tawa mulai terdengar. Ya ampun, sekonyol itu kah aku? Ya kalau dipikir-pikir memang iya, rambut berantakkan tidak disisir, mata panda, baju kotor dan tersandung.
“KIM YERI! KAPAN KAU TIDAK CEROBOH SIH”
Ya akupun tidak tahu, kapan aku tidak ceroboh?
***
Aku menghela nafas dan mulai mengambil ancang-ancang untuk memukul laki-laki yang duduk di depanku. Ya, Jeno. Aku benar-benar ingin menamparnya bolak-balik.
Semua teman-temanku masih saja menertawakan insiden tadi. Mereka sampai tertawa disaat-saat ujian mau dimulai.
“Yeri-ya. Kau duduk sendiri?” Tanya Jeno dengan senyum sok ramah. Di sebelahnya ada kakak kelas berkacamata yang memperhatikanku dengan jeli. Apaan sih. Memangnya aku secantik itu? Persetan dengan kecantikkan, hari ini aku sama sekali tidak berbentuk.
“Tidak tau” Ujarku singkat. Moodku sedang tidak bagus untuk bercakap-cakap dengan orang lain.
“Ah kau ini, pagi-pagi sudah kusut seperti kertas yang lecak”
Aku diam. Aku benar-benar tidak mood.
“Aku kira aku salah umm kau pasti nonton Singing in the Rain ya semalam?” Ujar Jeno dengan mata berbinar.
“Tidak ada alasan untukku untuk tidak nonton Singing in the Rain” Ujarku mantap.
“Kau pasti suka teater ya?” ujar kakak kelas yang duduk disamping Jeno. Aku melihat nametag-nya yang bertuliskan “Jung Chanwoo”
“Ya begitulah... aku suka sekali drama, teater dan sejenisnya.”
“Kau nonton Singing in the Rain, karena memang suka alur ceritanya atau suka pemainnya?” Tanya kakak kelas bernama Jung Chanwoo itu.
“Si bodoh ini pasti nonton Singing in the Rain hanya karena tergiur cowok-cowok ganteng!”
Dan aku benar-benar ingin menampar Jeno.
“Kalau kau suka teater, yang duduk disebelahmu ketua teater loh. Kenal?”
Belum juga aku menjawab, tiba-tiba ada lelaki dengan jaket baseball hitam berjalan ke arah mejaku. Hah jangan-jangan dia....
“1267. Disini ya?”
Aku memperhatikannya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Cowok ini.... dia mandi tidak sih.
“Ini?” Ujarku sambil menunjuk kakak kelas berjaket baseball itu dengan raut wajah aneh kepada kak Chanwoo.
Chanwoo tertawa renyah. “Kalau dilihat dari penampilannya, dia tidak meyakinkan ya. Oy Jungkook, kau mandi tidak?”
Jungkook. Laki-laki ini benar-benar sombong atau dia bisu sih? Tidak menjawab pertanyaan Chanwoo dan malah menaruh jaketnya diatas meja. Aku melongo.
Seketika prasangka-prasangka buruk dipikiranku tertuju padanya. Ini cowok apaan sih.
“Kelas berapa?” Tanyanya tiba-tiba. Aku kaget.
“Hah?”
“Kamu kelas berapa?”
“10...”
“10 apa?”
“Kelas 10 sosial 1. Kakak sosial 4 ya?”
“Ya”
Demi neptunus aku benci cowok dingin dan aku ingin menendangnya ke kutub utara sekarang juga.
“Semangat ya”
“Maaf?”
Pikiranku melayang. Apa maksudnya? Semangat? Memangnya kita kenal? Kenapa juga dia harus menyemangatiku?
“Kita belum kenalan” Ujarnya sambil menyerahkan legitimasi yang bertuliskan nama “Jeon Jungkook”
“Ehem...” Aku menyodorkan legitimasiku dan tersenyum.
“Kim Yeri”
Entah kenapa melihatnya aku ingin tersenyum, padahal tadi aku sudah memaki-makinya dalam hati. Tapi kenapa sudut bibirku seolah terangkat sendiri? Konyol, memangnya ada ya cinta pada pandangan pertama?
***
Day 2
“Bagian apa?” Tanyanya padaku dengan tatapan serius kearah lembar soal Ekonomi-ku.
“Sekarang ekonomi” Aku menjawab seperlunya dan sejelas mungkin agar ia tidak banyak bertanya lagi. Sejujurnya jika ia bicara itu benar-benar mengganggu konsentrasiku.
“Wow it would be great then, ekonomi kelas 10 masih teori kan?” Ujarnya dengan nada sombong. Demi Tuhan aku benar-benar ingin menendang kakak kelas ini pergi jauh-jauh dan berhenti bicara agar aku bisa menjawab pertanyaan di lembar soal ini dengan tenang.
Tapi mau tak mau aku bertanya karena penasaran. “Memangnya kalau kelas 11 bukan lagi teori?”
“Move on. Sudah bukan teori lagi, muncul hitung-hitungan yang bisa membuatmu mabuk seperti diracuni oleh seseorang yang benar-benar jahat”
Aku melongo kemudian hanya mengangguk-angguk. Bukan karena aku mengerti dengan jawabannya, tapi setidaknya agar ia berhenti bertanya padaku.
***
“Ssst. Sst... Yeri... Kim yeri!”
“Apa”
“Apa”
“Apa”
Entah harus berapa kali aku bilang “apa” hari ini. Begitu mereka melihat aku sudah tanda-tanda menyelesaikan soal, teman-temanku langsung memanggil namaku bagaikan aku ini seorang superstar. Padahal mereka hanya ingin jawabanku.
“Orang pintar kalau ujian memang mendadak jadi tuli” Kata Jeno dengan wajah cemberut.
“Apa sih” Aku jelas merasa terganggu. Aku tidak pernah merasa diriku pintar atau apalah itu.
“Nomor 1 sampai 10 dong”
“Mau mati?” Aku mengepalkan tanganku dan mengambil ancang-ancang untuk memukulnya.
Jungkook tertawa melihatku.
Jenopun dengan seenaknya menyalin jawabanku satu persatu dan aku menghela nafas. Aku tidak suka membuat keributan, terserahlah mau dia mencontek atau tidak.
“10 konsep ekonomi... soal ini paling susah menghafalnya. Kau harus bayar 1000won/konsep. Arasseo?”
Ternyata kak Jungkook tertawa. Memangnya aku badut di ujian tengah semester yang wajib ditertawakan?
***
Day 3
“Ujian bahasa Inggris ya?” Ia bertanya lagi. Ini sudah hari ketiga aku ujian bersama dengannya. Aku merasa benar-benar salah telah ditempat dudukkan dengan orang aneh seperti kakak kelas disampingku ini.
“Kau tahu, bahasa Inggris yang paling aku suka itu I love you” Aku menatap dengan tatapan geli. Dia ini pasti tipikal kakak kelas player yang punya mantan segudang.
“Kenapa? Bukankah itu kata yang sering digunakan bagi para pembohong ya?” Kataku sambil mengisi lembar jawaban. Berusaha menanggapi ocehan-ocehannya yang tidak jelas dan tetap mengisi lembar jawabanku dengan tepat.
“Tidak, aku hanya akan mengatakan i love you pada orang yang benar-benar aku sayang” Ujarnya membela diri.
“Ayah dan ibu?”
“Mungkin suatu saat akan ada wanita yang sudah terikat benang merah denganku” Ucapnya dengan sorot mata serius. Aku bergidik ngeri. Selain tipikal cowok player dengan mantan segudang, kakak kelas ini pasti tipikal cowok yang sudah kebelet menikah atau apa.
“Sudah kepikiran masa depan, kak?”
“Kalau tiba-tiba ada yang mengatakan I love you padamu, apakah kau akan kaget?” Tanyanya padaku. Aku langsung berdoa dalam hati semoga suara kakak kelas bernama Jeon Jungkook yang selama satu minggu ini akan berada disebelahku itu mendadak hilang agar ia berhenti bertanya padaku.
“Kalau orang itu orang yang tidak pernah diduga olehku untuk mengatakan itu tentu aku akan-“
“I love you” Ia memotong ucapanku dan membuat kepalaku pusing seketika. Aku mulai merasa jantungku ini berdebar. Sialan, kakak kelas ini memang tipikal cowok player.
“H-hah?” Aku tidak bisa bohong kalau aku gugup sekali. Aku tidak bisa bohong bahwa sebenarnya jantung yang ada di dalam tubuhku ini benar-benar ingin segera copot.
“Just kidding! Hahaha, kau ini polos sekali ya. by the way aku dapat troll itu dari situs 9gag. Kemarin-kemarin aku mengerjai teman-temanku tidak ada yang berhasil dan kau orang pertama yang berhasil aku troll!”
Aku melongo.
“Seniat itu ya....”
“Memangnya kalau aku serius, responmu bakal bagaimana?”
“Tentu saja tidak menyangka, kita kan baru kenal... dan bahkan hanya sebatas tau, bukan kenal. Iya kan?”
“Kalau begitu, mari berteman. Siapa tahu kita bisa menjadi kakak adik yang menyenangkan”
“Oke. Mari berteman, kak Jungkook”
***
Day 4
“Tahu ini tidak? Aku benar-benar bingung” Lagi lagi dan lagi aku berdoa dalam hati agar kak Jungkook berhenti bertanya atau mengajakku mengobrol ditengah ujian. Namun aku tidak bisa bohong aku senang ia terus mengajakku bicara seolah-olah ingin kenal atau apa, tapi kali ini tidak. Masalahnya adalah, kenapa ia bertanya soal kelas 11 padaku yang jelas-jelas adik kelasnya?
Aku memperhatikan soal yang ia tunjuk. Lalu melirik kearahnya yang menatapku dengan tatapan cepatlah-otakku-sudah-mentok.
Kebetulan aku tau jawabannya dan aku langsung memberitahukannya padanya. Matanya seolah-olah berbinar menatapku. Aku tertawa. Ternyata selain tipikal cowok player, ia juga tipikal cowok yang menyenangkan. Astaga apa yang sedang aku pikirkan.
Kemudian aku menemukan soal yang sulit di kertas ujianku. Aku meliriknya. Masa iya aku harus bertanya padanya? Tapi ia berhutang sih padaku. Akhirnya aku memberanikan diri bertanya.
“Kak, tahu ini?” Tanyaku dan menatapnya serius. Ia balik menatapku. Kenapa kami jadi tatap-tatapan sih. Aku merasa udara jadi panas dan aku merasa pipiku ini memerah seperti tomat. Aku langsung mengibaskan tanganku dan bertingkah normal kembali, menunggu jawaban darinya akan soal yang aku tanyakan itu.
“Umm anu-” Ujarnya ragu. Firasatku mulai jelek.
“Aku tidak begitu paham” Lanjutnya. Aku memutar bola mataku dan menyesal telah salah tingkah gara-gara tatap-tatapan tadi.
Padahal tadi aku sudah memberitahu soal yang dia tidak tahu. Aku heran, sebenarnya yang kakak kelas yang mana.
“Duluan ya” Ujarnya pelan dan pergi mengumpulkan soal ke meja guru.
Aku tersipu. Sebuah kata yang singkat, tapi berarti bagiku. Ya Tuhan, aku ini kenapa?
***
Day 5
“Kau benar-benar ketua teater?” Sejak kemarin, perasaanku jadi aneh. Aku jadi ingin lebih sering bercakap-cakap dengannya. Entah kenapa aku juga tidak tahu. Tapi sialnya jantungku itu seperti mau copot setiap kali aku bicara dengannya. Masa sih aku benar-benar menyukainya? Aku selalu berusaha meyakinkan diriku bahwa aku tidak mungkin menyukainya. Tidak mungkin.
“Tentu, aku malas nih sore ini aku harus berkumpul di ruang teater bersama yang lain untuk persiapan lomba. Padahal besok masih ada 1 hari lagi ujian” Ujarnya sedih. Aku langsung teringat. Tidak terasa besok sudah ujian terakhir.
Tapi ada masalah. Masalahnya adalah aku sama sekali tidak ingin ujian ini berakhir karena ingin melihat kakak kelas berjaket baseball ini lebih lama lagi. Astaga otak dan hatiku ini kenapa sih? Yang bermasalah itu yang mana? Dan aku yakin aku menggunakan hati maka dari itu aku tidak rela ujian tengah semester ini berakhir besok.
Kembali ke topik pembicaraan kami tadi. “Aku suka singing in the rain. Drama musikal”
“Benarkah? Aku juga suka, Sunny SNSD cantik sekali ya di drama itu” Ujar kak Jungkook padaku, namun ia masih sibuk menulis lembar jawabannya. Kali ini bukan aku yang sibuk dengan lembar jawaban dan tidak menatapnya, tapi gantian. Ia yang menulis lembar jawaban dan kali ini mataku tidak bisa lepas darinya.
“Bisakah teater sekolah kita--”
“Remake Singing in the rain? Aku sudah mengusulkan dan membuat proposalnya. Mudah-mudahan dikabulkan” Ujarnya memotong perkataanku dan seolah bisa menebak apa yang akan aku tanyakan. Lalu ia tersenyum. Dan sialnya jantungku lagi-lagi seperti sedang berolahraga dan ingin copot sepertinya.
Senyumnya itu.
***
Day 6. Last day.
Dari semalam sebelum hari terakhir ujian ini aku menangis. Gila kan? Aku juga sama sekali tidak percaya dengan diriku sendiri. Aku men-chat hampir semua teman dekatku dan menceritakan bahwa hari terakhir ujian sangat menyedihkan. Aku sampai dianggap gila karena aku ingin ujian ini berlangsung lebih lama misalkan satu bulan.
Teman-temanku juga ada yang menasihati. Seperti Yeri-ya kau tidak seharusnya menyukai kakak kelas itu karena ia tidak mungkin menyukaimu juga. Kalian tidak akan jadi sepasang kekasih. Oke aku tau itu benar dan untuk mengakui bahwa itu benar ternyata sangat menyakitkan.
Aku telat menyadari bahwa aku benar-benar sudah jatuh. Iya jatuh. Bukan sekedar jatuh di tanah lalu berdarah atau apa. Aku jatuh hati padanya.
Awalnya aku sempat tidak mengakui. Selalu berkata “Tidak mungkin... Tentunya tidak mungkin” Tapi apa sekarang? Awalnya biasa saja, tapi sekarang? Ia benar-benar membuatku seperti gadis tukang galau yang jatuh cinta pada seorang kakak kelas yang jelas-jelas tidak mungkin tahu bahwa ia menyukainya.
Aku menyetel lagu dan menekan mode shuffle, lalu lagu yang tersetel saat aku sedang bersandar di kaca bus yang akan membawaku ke sekolah ini adalah soundtrack Full House, I Think I Love You. Aku merasa hatiku bergetar—eh memangnya hati bisa bergetar?--Sebelumnya saat aku menonton drama Full House, aku tidak pernah merasa ada getaran dihatiku atau dari lagu ini aku membayangkan wajah seorang pria. Tidak pernah.
Tapi pagi ini? Lagu ini terasa sesuai dengan apa yang aku rasakan. Wajahnya terus tergambar dipikiranku. Kalau aku berlebihan aku bisa saja menangis lagi di bus. Tapi setidaknya aku masih punya malu untuk tidak menangis di bus yang penumpangnya banyak ini.
It can’t be. It’s not possible
That’s what i told myself
There’s no way that I’m in love with you
It’s just jealousy... I must be lonely
I treid fooling myself
But now I can’t hide my feelings anymore
I think I love you
It must be true
Cause I miss you
When you are not around
I can’t do anything
I keep thinking about you
See how things are, I know.
I’m falling for you
I didn’t realize it
Now I miss you
All of the time
Now I understand that
Somehow you already grown deep...
In my heart.
***
Bel tanda pulang dan tanda ujian telah berakhir berbunyi. Aku menghela nafas dan memandang kearah kak Jungkook yang tengah sibuk duduk—ia masih duduk disebelahku—sambil memasukkan berbagai alat tulisnya ke dalam ranselnya. Aku terdiam, aku bahkan tidak membereskan alat tulisku. Aku menatapnya terus. Sampai ia tidak sadar bahwa sedari tadi aku yang ada disebelahnya ini menatapnya tanpa berkedip.
“Tidak membereskan alat tulismu?”
Aku tak bergeming. Lalu mengubah arah pandanganku ke depan, tak melihatnya lagi. Kenapa ini terasa menyedihkan sih? Padahal kita masih satu sekolah tapi aku tidak yakin kita bisa bercakap-cakap dengan jarak sedekat ini lagi nantinya.
“Hey kau tampak murung” Ujarnya, lagi. Aku mengerti dia adalah cowok cerewet dan aku pasti akan merindukan pertanyaan-pertanyaannya yang mengganggu proses pengisian lembar jawabanku.
“Ini adalah hari terakhir ujian—lebih tepatnya ujiannya telah selesai! Hey kau seharusnya senang bukan?” Kak Jungkook tersenyum dan aku merasa senang begitu ia senyum, tapi kemudian aku sadar besok aku tidak bisa melihatnya sedekat ini lagi.
“Yeri-ya, jangan murung ok? Oh ya, kabar gembira untukmu—sebenarnya untukku juga sih. Teater sekolah kita benar-benar akan me-remake Singing in the Rain. Kau pasti tidak sabar bukan? Astaga ngomong-ngomong soal itu, aku harus ke ruang teater dan mempersiapkan semuanya bersama anggota teater yang lain. Aku duluan ya! Kau bisa menonton kami latihan kapan saja!” Ia tersenyum lalu berlari keluar kelas.
Aku juga ikut tersenyum. Aku sama sekali tidak pernah percaya dengan ungkapan “jatuh cinta pada pandangan pertama” tapi kenapa aku mengalaminya? Walaupun sebenarnya aku sempat menolak dan menyesal karena telat menyadarinya sampai menangis seperti orang gila.
Setidaknya senyuman dan perkataannya “kau bisa menonton kami latihan kapan saja!” membuatku tersenyum dan yakin ini-bukan-akhir-dari-pertemuan-kami dan aku berharap dugaanku tidak salah.
END